Dampak IBC terhadap Pasar Modal

Halo sobat investasi! Kalian tahu kan baru-baru ini dunia perbisnisan sedang dihebohkan dengan pembentukan IBC (Indonesia Battery Corporation), nah sobat tahu gak sih IBC itu sejenis perusahaan apa? Kalo di liat dari namanya sih perusahaan baterai ya sobat, bener banget si kalo bilang IBC ini perusahaan baterai karena perusahaan ini merupakan perusahaan yang fokus pada pengembangan baterai kendaraan listrik. Dan pada 16 Maret 2021 ini IBC telah resmi berdiri dengan adanya penandatanganan perjanjian pemegang saham (shareholders’ agreement) oleh oleh empat perusahaan BUMN sektor pertambangan dan energi, yakni Holding Industri Pertambangan – MIND ID, PT Antam Tbk, PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero) dengan komposisi saham masing-masing sebesar 25%. Adapun investasi industri baterai dari hulu hingga ke hilir ini akan mencapai US$ 17 miliar hingga 2030 dengan produksi baterai sekitar 140 giga watt hour (GWh). Wah angka yang cukup besar ya sobat investasi.

Tapi sobat investasi tahu gak sih kalo proses terbentuknya IBC berjalan sekitar satu tahun loh, dan pembentukan IBC merupakan arahan Presiden Joko Widodo dalam menyikapi tren masa depan. Karena pasalnya Indonesia pernah melewatkan dua kali masa keemasan yakni di era 70-an ketika booming industri minyak bumi dan di era 2000-an ketika booming batu bara. Maka dari itu, sekarang indonesia gak boleh melewatkan momentum penting ini karena indonesia juga harus menyongsong kendaraan listrik, sebab indonesia itu memiliki kekayaan nikel yang merupakan salah satu bahan baku baterai kendaraan listrik sekitar 24% cadangan dunia, jadi kaya banget kan indonesia ini ya sobat investasi.

Selain 4 perusahaan BUMN diatas, pada saat ini IBC menggandeng mitra pemain baterai dunia yakni CATL Tiongkok dan LG Chem Korsel. CATL siap dengan modal US$ 5 miliar dan LG Chem mencapai US$ 13 miliar-17 miliar. Namun nantinya IBC masih membuka kesempatan bermitra dengan pemain baterai lainnya seperti asal Amerika Serikat maupun Jepang. Dan bahkan Bapak Menko Luhut Binsar Panjaitan  mengatakan bahwa nanti pertengahan April beliau dan juga Menteri Perdagangan akan ke Amerika, salah satunya melihat potensi kerja sama dengan pihak di AS. Dan juga ada rencana mendatangi Jepang dan ingin membicarakan hal yang sama.

Setelah bahas IBC, kita bahas dampaknya ke pasar modal ya sobat. Jadi sejak peresmian IBC ini saham pertambangan mineral berjatuhan pada penutupan perdagangan terutama untuk saham nikel yang mayoritas mengalami pelemahan, hal tersebut terjadi karena investor lebih memilih sell on news dan melakukan aksi ambil untung (profit taking), Trio saham nikel menjadi pelemahan saham pertambangan yang paling parah pada penutupan perdagangan, di mana trio saham nikel tersebut yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Timah Tbk (TINS) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO).

Saham ANTM ditutup ambles hingga 7% ke level Rp 2.260/unit pada penutupan perdagangan hari ini dan menyentuh level auto rejection bawah yang diizinkan. Sementara saham TINS juga ambles 6,29% ke posisi Rp 1.640/unit dan saham INCO merosot 2,99% ke Rp 4.540/unit. Data perdagangan mencatat nilai transaksi saham ANTM mencapai Rp 1 triliun, sedangkan nilai transaksi saham TINS mencapai Rp 156 miliar dan nilai transaksi saham INCO mencapai Rp 178 miliar pada hari ini. Asing menjual saham ANTM dan TINS. Di saham ANTM, asing tercatat menjual sebesar Rp 104,6 miliar di pasar reguler, sedangkan di saham TINS asing menjual sebanyak Rp 6,06 miliar di pasar reguler. Namun asing tercatat masih memburu saham INCO sebanyak Rp 16,7 miliar di pasar reguler.

Selain trio saham nikel, pelemahan terparah juga terjadi di saham pertambangan batu bara Grup Bakrie, PT Bumi Resources Mineral Tbk (BRMS) yang ambles hingga 6,9% ke Rp 81/unit. Dan untuk pelemahan paling minor dibukukan oleh saham pertambangan bijih besi, PT Kapuas Prima Coal Tbk (ZINC) yang melemah 0,78% ke posisi Rp 128/unit.

Jadi dapat disimpulkan nih sobat investasi,  bahwa baik di saham pertambangan nikel maupun non-nikel, pelemahan saham ini lebih diakibatkan oleh aksi jual investor (profit taking). Dan khusus untuk saham nikel, hal itu karena investor cenderung melakukan sell on news.


Komentar

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai