TAHUN 2025, KIAMAT SAHAM KONGLOMERAT?!

“Bubble”, kata ini sering ditemukan pada kondisi anomali dalam perekonomian terutama di pasar saham. Menurut Case and Shiller (2003) bahwa istilah bubble menggambarkan suatu kondisi dimana pelaku pasar berharap secara berlebihan terhadap suatu fenomena ekonomi yang diprediksi akan mengalami kenaikan di masa mendatang, hal ini dikarenakan sebelumnya ‘aset’ tersebut mengalami kenaikan yang terus menerus. 

Dalam sejarahnya, bubble pertama kali terjadi pada tahun 1636 – 1637 di belanda yang bernama bubble tulip, fenomena ini terjadi ketika permintaan bunga tulip meningkat tajam (bubble) dengan diiringi harga bunga tulip yang ditawarkan pun meningkat sebanyak 10 kali lipat (Brunnermeier & Oehmke. 2012: Hal 7-8). Selain itu, bubble yang paling terkenal adalah bubble dot-com yang terjadi di Amerika Serikat, dikarenakan periode pertumbuhan pesat saham internet NASDAQ tahun 1980-an dan kemudian mengalami keruntuhan pada awal 2000-an, dampak bubble ini meluas pada peningkatan kebangkrutan, jumlah pengangguran, hingga resesi di Amerika Serikat. 

Dalam konteks perekonomian Indonesia terutama pada pasar saham Indonesia atau IHSG, fenomena bubble saat ini terjadi pada saham-saham yang mayoritas kepemilikannya dikuasai oleh para konglomerat. Saham konglo, sebutan yang sedang tren di kalangan para investor indonesia. Jenis saham ini mengalami pertumbuhan yang signifikan selama tahun 2024. Hal ini tidak bisa dipungkiri karena terjadinya sector rotation, yaitu perubahan tren saham sektoral dari saham energy menjadi saham konglomerat. Menurut Investopedia, sector rotation merupakan pergerakan uang yang diinvestasikan dalam saham dari satu industri lain saat investor mengantisipasi tahap berikutnya dari siklus ekonomi. 

Namun, seiring dengan peningkatan harga dan kapitalisasi pasar secara signifikan ini tidak dibarengi oleh peningkatan kualitas dari kondisi laporan keuangan para saham saham konglo ini. Tercatat, ada beberapa saham memiliki valuasi premium dengan harga yang bisa dibilang “tidak masuk akal” atau “tidak wajar” apabila dibandingkan dengan nilai buku dari perusahaan tersebut.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa saham-saham tergolong sangat mahal dengan current PBV hingga 106x dari harga buku perusahaan dan PE hingga 497x. Hal ini menandakan bahwa saham-saham tersebut memiliki potensi untuk “meletus” sewaktu-waktu. Hal ini didukung pula oleh penurunan signifikan yang terjadi pada saham saham konglo terutama pada bidang energi dalam beberapa bulan kebelakang. 

*Data diambil dari revinitif

Mengutip data dari Revinitif, terdapat penurunan yang cukup signifikan pada saham saham konglo yang dimulai pada awal tahun 2025. Penurunan tertinggi dipimpin oleh CUAN yang mengalami penurunan tertinggi 52,5% dengan diikuti oleh PANI 43%, dst. dalam 3 bulan kebelakang. Tak bisa dipungkiri bahwa penurunan ini bisa terjadi karena penurunan performa pasar saham Indonesia di indeks MSCI, tidak masuknya beberapa saham ke dalam indeks MSCI dan beberapa pengaruh makro baik dari sentimen dalam negeri maupun luar negeri. Walaupun begitu, sebagai investor yang cermat kita perlu mewaspadai beberapa ‘tanda’ bubble ini dalam meminimalkan resiko yang ada. Hal ini sejalan oleh sang legenda wall street yaitu Sir John Templeton, yang berpendapat bahwa “pasar bullish lahir dari pesimisme, tumbuh dari skeptisisme, matang dari optimisme, dan mati dari euforia”. Sejalan dengan hal ini, maka perlu untuk mengambil langkah wait and see dengan sambil mendiversifikasikan portofolio dalam meminimalkan resiko serta memaksimalkan setiap peluang yang ada.

*Disclaimer on

Sumber Referensi

  1. Natalia. (2025, Februari 22). Bubble Saham Konglomerat Bakal Pecah, Saatnya Rotasi Sektoral? Diambil kembali dari Mikirduit.com: https://www.mikirduit.com/bubble-saham-konglomerat-bakal-pecah-saatnya-rotasi-sektoral/
  2. Utama, C. (2003). HOUSING PRICE BUBBLE: PENYEBABNYA DAN MASALAH YANG MUNCUL KARENANYA Chandra Utama Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Parahyangan. 1–8.
  3. Zhao Choate Rosemary Hall E. (2023). The Dot-Com Bubble A Historical Perspective And A Cautionary Tale For The Age Of Ai. IOSR Journal Of Humanities And Social Science (IOSR-JHSS, 28(8), 4–7. https://doi.org/10.9790/0837-2808050407
  4. Link tabel : https://www.datawrapper.de/_/9xrcW/

Penulis : Arya Ardykan


Komentar

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai