Defisit APBN Berdampak ke IHSG?!

Defisit dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) terjadi ketika pengeluaran negara melebihi pendapatan yang diperoleh dalam satu tahun anggaran. Setiap tahunnya, pemerintah Indonesia menyusun APBN untuk mengatur penerimaan dan pengeluaran negara. Namun, dalam kondisi tertentu, pengeluaran negara dapat melampaui pendapatan yang diperoleh, sehingga terjadi defisit APBN.

Pada Februari 2025 penerimaan negara turun cukup signifikan. Untuk pertama kalinya sejak 2021, APBN sudah mengalami defisit sejak awal tahun. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir Februari 2025 tercatat defisit Rp 31,2 triliun atau 0,13% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pendapatan negara hingga akhir Februari 2025 mencapai Rp 316,9 triliun. Sementara itu, belanja negara dalam dua bulan pertama adalah Rp 348,1 triliun atau 9,6% dari target APBN. Pendapatan negara hingga Februari 2025 ambruk, baik dari pendapatan pajak atau non-pajak (PNBP). Pendapatan pajak bahkan turun 30% dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp 269,02 triliun. 

Penurunan itu antara lain, disebabkan oleh melemahnya harga komoditas global, seperti batu bara, minyak sawit (CPO), dan nikel, memberikan tekanan pada sektor yang selama ini menjadi salah satu pendorong ekonomi Indonesia. Harga komoditas yang lebih rendah tidak hanya berdampak pada pendapatan emiten di sektor pertambangan dan perkebunan, tetapi juga mengurangi penerimaan negara dari ekspor serta beberapa kebijakan yang baru diperkenalkan sehingga terjadi peralihan (shifting) penerimaan negara.

Salah satu yang terkena dampak defisit anggaran APBN yaitu IHSG. Dikutip dari Tempo, defisit APBN merupakan salah satu penyebab dari trading halt kemarin. Pada Selasa, 18 Maret 2025, Indeks Harga saham Gabungan (IHSG) melemah secara signifikan mencapai batas 5% yang menyebabkan Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan penghentian sementara perdagangan saham atau trading halt. Setelah melakukan trading halt pada pukul 11.19.31 waktu Jakarta Automated Trading System (JAST), Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali membuka pasar setengah jam kemudian. 

*Source: CNBC Indonesia (18/03/2025)

IHSG sempat anjlok 7,11% hingga menyentuh titik terendah harian di 6.011,84. Pada perdagangan sesi I IHSG ditutup anjlok hingga 395,87 poin atau 6,12 persen ke 6.076,08. Akhirnya IHSG ditutup melemah 248,56 poin atau 3,84% ke 6.223,39 pada akhir perdagangan di BEI. Penurunan ini memicu kekhawatiran investor terhadap kondisi ekonomi Indonesia, terutama terkait penurunan penerimaan pajak. Defisit APBN berperan sebagai salah satu faktor yang menekan IHSG, terutama di tengah ketidakpastian mengenai kebijakan ekonomi dari pemerintahan yang baru. Defisit APBN yang semakin parah, ditambah dengan penurunan peringkat IHSG pada indeks Goldman Sachs dan Morgan Stanley Capital International (MSCI), mengurangi kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi Indonesia, sehingga arus dana asing terus keluar dari pasar saham.

Bukan pertama kalinya, sejak Maret 2020 perdagangan saham di BEI tercatat tujuh kali mengalami penghentian sementara perdagangan (trading halt). Pada 2020, pertama kalinya IHSG turun hingga lebih dari 5% adalah pada 9 Maret 2020 atau sepekan setelah mengumumkan kasus Covid-19 pertama di RI. Menurut data BEI, pada 9 Maret 2020, IHSG ditutup anjlok 6,58% ke posisi 5.136,81. Setelah itu, IHSG beberapa kali terjun.

Merespons fenomena merosotnya IHSG pada 18 Maret 2025 lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani berusaha menenangkan kepanikan pasar dengan memaparkan update laporan penerimaan negara, yang mengalami pertumbuhan hingga 6,6% pada Maret 2025. Pertumbuhan ini lebih baik dari Februari kemarin karena terjadi perubahan atau turn around dengan memastikan bahwa defisit APBN 2025 tetap dijaga di level 2,53% atau Rp 616,2 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Terlepas dari IHSG yang kembali memberikan sinyal positif dengan perlahan bangkit di tanggal 19-20 Maret lalu atau 1-2 hari setelah adanya Trading Halt yang tentunya dipengaruhi oleh faktor lain. Tetapi defisit APBN yang terus membengkak akibat turunnya penerimaan pajak masih menjadi ancaman bagi IHSG. Jika tidak segera teratasi, maka dapat mendistorsi pergerakan harga saham. Namun, jika pemerintah mampu memberikan kepastian fiskal dan strategi yang jelas, maka IHSG memiliki peluang untuk rebound. Semua tergantung pada bagaimana pemerintah menangani permasalahan defisit APBN ke depannya yang menjadi salah satu faktor IHSG naik ataupun turun.

Sumber Referensi:

  1. Bursa Efek Indonesia (BEI) – https://www.idxchannel.com/ 
  2. https://www.cnbcindonesia.com/market/20250319081308-17-619798/deretan-alasan-pemicu-ihsg-anjlok
  3. https://tirto.id/deretan-penyebab-ihsg-anjlok-hingga-mengalami-trading-halt-g9Ej#google_vignette
  4. https://www.cnbcindonesia.com/research/20250318114250-128-619522/pertama-sejak-covid-ihsg-kena-trading-halt-apa-itu
  5. https://www.tempo.co/ekonomi/sri-mulyani-berupaya-tenangkan-pasar-yang-panik-karena-ihsg-anjlok-1221251
  6. https://insight.kontan.co.id/news/ihsg-sempat-turun-711-volume-dan-nilai-transaksi-bursa-lebih-tebal-dari-rata-rata
  7. https://kabarbursa.com/market-hari-ini/123467/analis-setuju-defisit-apbn-bikin-trading-halt

Penulis: Syahidah Aulia Putri


Komentar

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai