
Kembalinya Donald Trump ke panggung politik dunia dengan narasi keras terhadap China kembali memanaskan isu perang dagang global. Kebijakan tarif tinggi yang pernah ia terapkan saat menjabat presiden sebelumnya telah mengguncang pasar dunia. Jika kebijakan serupa kembali diterapkan, apa dampaknya bagi pasar saham global dan khususnya investor di negara berkembang seperti Indonesia?

Kebijakan Tarif Dagang AS – Pada Rabu (2/4/2025), Presiden Amerika Serikat Donald Trump menandatangani kebijakan kenaikan tarif dagang terhadap berbagai negara, yang disampaikan dalam konferensi pers di Gedung Putih, Washington, DC. Selanjutnya, pada Senin (7/4/2025), Trump menyatakan ancaman untuk mengenakan tarif hingga 50 persen terhadap produk asal China. (sumber foto: AFP/BRENDAN SMIALOWSKI)
Perang dagang antara Amerika Serikat dan China dimulai pada 2018 di masa kepemimpinan Trump. Ia memberlakukan tarif impor terhadap ratusan miliar dolar barang asal China, yang dibalas dengan langkah serupa oleh negara dengan ibu kota Beijing. Tujuan utamanya adalah mengurangi defisit perdagangan AS sebesar US$295 miliar (setara Rp4.000 triliun) dan menekan dominasi teknologi China. Kini, Trump kembali menyuarakan kebijakan proteksionis tersebut sebagai bagian dari kampanye 2024.
Latar belakang
Donald Trump membuat kebijakan perang dagang, khususnya terhadap China, berkaitan erat dengan visi ekonomi nasionalisnya dan keinginannya untuk “mengembalikan kejayaan Amerika” (slogannya: Make America Great Again). Berikut adalah beberapa alasan utama di balik kebijakan tersebut:
1. Defisit Perdagangan Amerika Serikat
Mantan Presiden Donald Trump menganggap bahwa Amerika Serikat telah terlalu lama mengalami defisit perdagangan yang signifikan, terutama dengan China. Menurutnya, China sangat diuntungkan dari sistem perdagangan bebas dengan AS, sementara di sisi lain tetap melindungi pasar domestiknya secara ketat. Defisit perdagangan ini terjadi ketika nilai impor AS dari China jauh lebih besar dibandingkan nilai ekspor AS ke negara tersebut. Data menunjukkan bahwa Amerika Serikat mengimpor barang dari China senilai US$440 miliar (sekitar Rp7.000 triliun), sedangkan ekspor AS ke China hanya mencapai US$145 miliar. Selisih tersebut menyebabkan defisit perdagangan sebesar US$295 miliar (kurang lebih Rp4.000 triliun).
Untuk merespons ketidakseimbangan tersebut, pemerintahan Trump memutuskan untuk menetapkan tarif baru terhadap produk-produk dari China. Caranya adalah dengan membagi nilai defisit (US$295 miliar) dengan total impor dari China (US$440 miliar), yang menghasilkan angka sekitar 0,67 atau 67%. Angka ini kemudian dibagi dua dan dibulatkan ke atas, sehingga diperoleh nilai 0,33 atau 34%. Inilah besaran tarif yang kemudian diberlakukan oleh AS terhadap produk impor dari China.
2. Praktik Perdagangan yang Tidak Adil
Trump dan timnya menuduh China melakukan berbagai praktik yang dianggap tidak adil, seperti:
- Subsidi pemerintah untuk perusahaan domestik.
- Pemaksaan transfer teknologi dari perusahaan asing ke perusahaan lokal.
- Pencurian kekayaan intelektual (intellectual property theft).
3. Melindungi Industri Dalam Negeri
Trump ingin melindungi dan membangkitkan kembali sektor-sektor seperti manufaktur, baja, dan aluminium di AS, yang menurutnya terdampak oleh persaingan produk murah dari luar negeri—terutama dari China.
4. Strategi Negosiasi Ulang Perjanjian Dagang
Trump menggunakan tarif (pajak impor) sebagai alat negosiasi. Dengan mengenakan tarif pada barang-barang China, ia berharap bisa memaksa China untuk:
- Membuka pasarnya lebih luas.
- Menghapus subsidi atau perlakuan istimewa untuk perusahaan lokal.
- Memperbaiki perlindungan terhadap kekayaan intelektual
- Pendekatan Unilateral dan “America First”
Trump lebih menyukai pendekatan unilateral (sepihak) ketimbang kerja sama multilateral, dan kebijakan perdagangannya konsisten dengan filosofi “America First”—mementingkan kepentingan nasional Amerika di atas kerja sama global.
Dampak Perang Dagang terhadap Pasar Saham Global dan Domestik
Kebijakan tarif yang agresif dari Presiden AS saat itu, Donald Trump, memicu ketegangan perdagangan global yang berdampak luas, tidak hanya pada sektor perdagangan internasional, tetapi juga pada jalur keuangan global.
1. Tekanan Global: Volatilitas dan Peralihan Aset
Ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dan mitra dagangnya, terutama China, telah memicu volatilitas di pasar keuangan global. Investor global bereaksi dengan mengalihkan alokasi aset mereka ke instrumen yang lebih aman seperti obligasi pemerintah. Penurunan yield US Treasury tenor 10 tahun mencerminkan kekhawatiran akan resesi, serta meningkatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Di sisi lain, apabila The Fed tetap hawkish, potensi pembalikan arah pasar akan menjadi risiko tersendiri.
2. Dampak terhadap Indonesia: Arus Modal dan Stabilitas Rupiah
Pelemahan Yuan akibat respons China terhadap tarif Trump turut menekan Rupiah. Dalam momen tersebut, Bank Indonesia melakukan intervensi agresif untuk menjaga stabilitas mata uang. Di sisi lain, penurunan yield US Treasury memperlebar spread dengan obligasi pemerintah Indonesia (INDOGB), membuatnya semakin menarik bagi investor asing dan mendorong aliran modal masuk ke pasar domestik.
3. Harga Minyak dan Ruang Fiskal
Perang dagang juga menekan harga minyak dunia hingga turun 21%, memberikan keuntungan bagi Indonesia sebagai negara pengimpor migas. Penurunan harga ini memperbaiki defisit perdagangan migas dan memberikan ruang fiskal tambahan bagi pemerintah untuk memperkuat konsumsi dalam negeri atau mengurangi subsidi energi.
4. Sektor Ekspor dan Potensi Ekspansi Pasar
Di tengah tekanan global, Indonesia memiliki peluang untuk mengisi kekosongan pasar ekspor di AS akibat tarif tinggi terhadap produk China dan Vietnam. Komoditas seperti minyak sawit, alas kaki, serta tekstil dan pakaian berpeluang memperluas pasar, terutama jika Indonesia bergerak lebih cepat dalam memanfaatkan momentum pergeseran rantai pasok global. Persaingan dari negara lain seperti Pakistan dan Meksiko tetap harus diwaspadai, tetapi posisi Indonesia cukup kompetitif.
Peluang dan Ancaman akibat Kebijakan Trump di Pasar Saham:
Pada penutupan IHSG (8/4/2025) Anjlok 514,47 poin melemah 7,90% ke level Rp5.996. jumlah transaksi yang terjadi mencapai Rp20,40 triliun dengan volume 22,63 miliar saham. data perdagangan pada Selasa sore sebanyak 30 saham melaju di zona hijau dan 672 saham berada di zona merah, sementara itu 95 saham lainnya stagnan. tidak hanya itu nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat di pasar spot sore tadi (8/4/2025) ditutup melemah, mata uang Garuda ditutup di level Rp16.891 per dolar Amerika Serikat. rupiah melemah 0,41% atau 69,5 poin dibandingkan dengan penutupan sebelumnya Rp16.821.
Sementara itu Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa kebijakan tarif Trump membuat banyak negara cemas tak terkecuali Indonesia, presiden pun kembali menyuarakan konsep ekonomi berdikari (berdiri diatas kaki kita sendiri). Sedangkan Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut hitung-hitungan tarif dagang oleh Amerika Serikat sulit dipahami, Sri Mulyani menilai tarif Trump tidak mempunyai landasan ilmu ekonomi.
| No | Peluang | Dampak Terhadap Pasar Saham Indonesia | Sektor Potensial |
| 1 | Relokasi Industri Global | Pabrik pindah dari China → potensi FDI masuk ke Indonesia | Kawasan industri |
| 2 | Diversifikasi Sumber Ekspor AS | AS cari pemasok baru selain China → Indonesia bisa isi kekosongan | Tekstil & garmen |
| 3 | Permintaan Komoditas Alternatif | AS butuh pasokan logam dan komoditas dari luar China | Nikel/logam, batu bara |
| 4 | Pertumbuhan Logistik & Infrastruktur | Dukungan terhadap relokasi industri → pembangunan logistik dan kawasan industri | Logistik, konstruksi |
| 5 | Potensi Arus Modal Masuk | Indonesia dinilai lebih menarik dibanding China di mata investor global | Sektor perbankan & keuangan. |
Peluang:
- Relokasi Industri Global
Kebijakan tarif tinggi dapat mendorong perusahaan-perusahaan multinasional untuk memindahkan basis produksi mereka dari negara-negara yang terkena tarif ke negara lain yang menawarkan biaya produksi lebih rendah atau tidak dikenakan tarif. Hal ini dapat menarik investasi asing langsung (FDI) ke negara-negara yang menjadi alternatif tujuan relokasi, termasuk potensi bagi Indonesia di sektor manufaktur tertentu. Peningkatan investasi ini dapat berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi dan kinerja saham perusahaan-perusahaan di sektor terkait.
- Diversifikasi Sumber Ekspor AS
Perang dagang dapat memaksa Amerika Serikat untuk mencari sumber impor baru di luar negara-negara yang dikenakan tarif tinggi. Hal ini membuka peluang bagi negara-negara lain untuk meningkatkan ekspor produk mereka ke AS, termasuk potensi bagi Indonesia untuk mengisi kekosongan pasar yang ditinggalkan oleh negara-negara yang terkena tarif. Peningkatan ekspor ini dapat meningkatkan pendapatan perusahaan eksportir dan berdampak positif pada harga saham mereka.
- Permintaan Komoditas Alternatif
Jika perang dagang mengganggu pasokan komoditas dari negara-negara tertentu, negara-negara lain yang memproduksi komoditas serupa dapat melihat peningkatan permintaan dan harga. Misalnya, jika tarif AS terhadap produk pertanian dari negara tertentu meningkat, AS mungkin mencari alternatif pasokan dari negara lain. Hal ini dapat menguntungkan eksportir komoditas dari negara-negara tersebut dan meningkatkan kinerja saham perusahaan komoditas.
- Pertumbuhan Logistik & Infrastruktur
Relokasi industri dan perubahan arus perdagangan global akibat perang dagang dapat meningkatkan kebutuhan akan layanan logistik dan pengembangan infrastruktur di negara-negara yang menjadi tujuan relokasi atau yang berperan penting dalam rantai pasokan alternatif. Perusahaan-perusahaan di sektor logistik, transportasi, dan konstruksi infrastruktur dapat melihat peningkatan permintaan dan pertumbuhan bisnis, yang berpotensi berdampak positif pada kinerja saham mereka.
- Potensi Arus Modal Masuk
Ketidakpastian di pasar negara-negara yang terlibat langsung dalam perang dagang dapat mendorong investor untuk mencari aset yang lebih aman atau pasar dengan potensi pertumbuhan baru. Negara-negara yang dianggap relatif stabil dan memiliki potensi pertumbuhan ekonomi di tengah perang dagang dapat menarik arus modal masuk (capital inflow), yang dapat meningkatkan likuiditas pasar saham dan mendorong kenaikan harga saham.
Peluang Membeli Saham Bagus di Harga Murah Akibat Kebijakan Perang Dagang Trump:
Kebijakan perang dagang yang diterapkan oleh Presiden Trump seringkali memicu ketidakpastian dan kekhawatiran di pasar keuangan global. Pengumuman tarif baru atau eskalasi tensi perdagangan antar negara dapat menyebabkan reaksi negatif dari investor, yang berujung pada panic selling atau penjualan saham secara besar-besaran karena ketakutan akan dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi dan keuntungan perusahaan.
Dalam situasi panic selling seperti ini, pasar saham secara keseluruhan dapat mengalami penurunan yang signifikan, termasuk saham-saham perusahaan yang fundamentalnya sebenarnya masih kuat dan memiliki prospek jangka panjang yang baik. Inilah peluang bagi investor yang memiliki pandangan jangka panjang dan kemampuan untuk menganalisis nilai intrinsik perusahaan.
Mengapa Kebijakan Perang Dagang Trump Dapat Menciptakan Peluang Beli?
1. Reaksi Berlebihan Pasar (Overselling): Pasar seringkali bereaksi berlebihan terhadap berita negatif, termasuk eskalasi perang dagang. Ketakutan akan dampak langsung dan tidak langsung dapat mendorong investor untuk menjual saham tanpa sepenuhnya mempertimbangkan kekuatan fundamental perusahaan atau potensi pemulihan di masa depan. Penurunan harga saham yang tidak sebanding dengan potensi kerugian riil perusahaan menciptakan peluang beli.
2. Saham Perusahaan Fundamental Kuat Terdiskon: Perusahaan-perusahaan dengan neraca keuangan yang sehat, arus kas yang stabil, pangsa pasar yang kuat, dan manajemen yang kompeten mungkin ikut terseret dalam aksi jual massal akibat sentimen negatif perang dagang. Penurunan harga saham ini tidak mencerminkan nilai intrinsik perusahaan, sehingga memberikan kesempatan bagi investor nilai (value investor) untuk mengakumulasi saham berkualitas dengan harga diskon.
Meskipun panic selling dapat menciptakan peluang, penting untuk diingat bahwa tidak semua penurunan harga saham adalah peluang beli. Lakukan analisis yang cermat untuk membedakan antara saham perusahaan bagus yang sedang terdiskon dengan saham perusahaan yang memang memiliki masalah fundamental yang mendasarinya. Kebijakan perang dagang juga dapat memiliki dampak negatif yang signifikan pada beberapa perusahaan dan sektor, jadi pemahaman yang baik tentang potensi risiko tetap krusial.
Dengan pendekatan yang hati-hati dan riset yang mendalam, kebijakan perang dagang Presiden Trump yang memicu panic selling di pasar saham berpotensi menjadi momen yang menguntungkan bagi investor jangka panjang untuk mengakumulasi saham-saham berkualitas dengan harga yang menarik
| No | Ancaman | Dampak Terhadap Pasar Saham Indonesia | Sektor yang Terdampak |
| 1 | Volatilitas Global & Ketidakpastian | Pasar saham fluktuatif → investor asing keluar | IHSG secara umum |
| 2 | Capital Outflow (Dana Asing Keluar) | Investor asing pindah ke aset aman → tekanan jual besar-besaran | Saham big caps & blue chips |
| 3 | Pelemahan Komoditas Global | Permintaan turun karena ekonomi global lesu → harga jatuh | Komoditas |
| 4 | Rupiah Melemah | Beban utang valas emiten naik → laba turun | Konstruksi, manufaktur |
| 5 | Turunnya Ekspor Indonesia | Produk Indonesia jadi ikut terdampak penurunan permintaan global | Ekspor-oriented (Tekstil, CPO, otomotif komponen) |
Ancaman:
- Volatilitas Global & Ketidakpastian
Perang dagang menciptakan ketidakpastian yang tinggi dalam ekonomi global, yang dapat meningkatkan volatilitas di pasar keuangan, termasuk pasar saham. Investor cenderung menghindari risiko (risk-averse) dalam kondisi ketidakpastian, yang dapat menyebabkan penurunan harga saham secara umum.
- Capital Outflow (Dana Asing Keluar)
Ketidakpastian dan volatilitas yang disebabkan oleh perang dagang dapat mendorong investor asing untuk menarik dana mereka dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, dan mencari aset yang dianggap lebih aman (flight to safety). Arus modal keluar ini dapat menekan nilai tukar Rupiah dan menyebabkan penurunan harga saham.
- Pelemahan Komoditas Global
Meskipun ada potensi permintaan komoditas alternatif, perang dagang secara umum dapat menekan pertumbuhan ekonomi global, yang pada gilirannya dapat mengurangi permintaan keseluruhan terhadap komoditas. Penurunan permintaan global dapat menyebabkan penurunan harga komoditas, yang akan merugikan perusahaan-perusahaan di sektor komoditas dan berimbas negatif pada harga saham mereka.
- Rupiah Melemah
Keluarnya dana asing dan meningkatnya ketidakpastian global akibat perang dagang dapat memberikan tekanan pada nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing, terutama Dolar AS. Pelemahan Rupiah dapat meningkatkan biaya impor bagi perusahaan, meningkatkan beban utang dalam mata uang asing, dan secara umum dapat menciptakan sentimen negatif di pasar saham.
- Turunnya Ekspor Indonesia
Jika negara-negara mitra dagang utama Indonesia terkena dampak negatif perang dagang (misalnya, pertumbuhan ekonomi mereka melambat atau permintaan impor mereka menurun), maka ekspor Indonesia ke negara-negara tersebut juga dapat menurun. Penurunan ekspor akan berdampak negatif pada pendapatan perusahaan-perusahaan eksportir dan dapat menekan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kinerja pasar saham.
Ancaman Signifikan bagi Investor yang Mempertimbangkan untuk Menahan (Hold) Saham Pribadi Mereka, Terutama dalam Situasi Panic Selling:
Penurunan Nilai Portofolio yang Signifikan
Panic selling yang dipicu oleh eskalasi perang dagang dapat menyebabkan penurunan harga saham secara tajam dan meluas. Jika Anda memutuskan untuk tetap memegang saham Anda selama periode ini, nilai portofolio investasi Anda berpotensi menyusut secara substansial dalam waktu singkat.
Ketidakpastian Durasi dan Kedalaman Penurunan
Sulit untuk memprediksi berapa lama panic selling akan berlangsung dan seberapa dalam penurunan harga saham akan terjadi. Perang dagang adalah isu geopolitik dan ekonomi yang kompleks, dan sentimen pasar dapat berubah dengan cepat tergantung pada berita dan perkembangan terbaru. Menahan saham berarti Anda harus siap menghadapi periode penurunan yang mungkin berkepanjangan dan tidak pasti.
Potensi Kerugian Permanen
Jika perusahaan-perusahaan dalam portofolio Anda secara fundamental terdampak negatif oleh perang dagang (misalnya, kehilangan pasar ekspor, peningkatan biaya produksi akibat tarif, atau penurunan permintaan), penurunan harga saham mereka mungkin tidak hanya bersifat sementara. Dalam skenario terburuk, beberapa perusahaan bahkan bisa mengalami kesulitan keuangan atau kebangkrutan, yang dapat mengakibatkan kerugian permanen atas investasi Anda.
Tekanan Psikologis dan Emosional
Melihat nilai investasi Anda terus menurun dapat menimbulkan tekanan psikologis dan emosional yang berat. Hal ini dapat memicu keputusan investasi yang irasional, seperti menjual di titik terendah karena tidak tahan lagi melihat kerugian yang semakin besar, yang justru mengunci kerugian tersebut.
Menahan saham pribadi selama periode panic selling akibat kebijakan perang dagang adalah keputusan yang memerlukan pertimbangan matang dan pemahaman yang mendalam tentang portofolio yang dimiliki dan potensi dampak perang dagang terhadap perusahaan-perusahaan tersebut.
Sebelum memutuskan untuk menahan, pertimbangkan hal berikut:
- Kualitas Fundamental Perusahaan: Apakah perusahaan-perusahaan dalam portofolio Anda memiliki fundamental yang kuat dan mampu bertahan melewati gejolak ekonomi?
- Prospek Jangka Panjang: Apakah prospek jangka panjang perusahaan tetap menarik meskipun ada tantangan perang dagang?
- Toleransi Risiko: Seberapa besar kerugian yang dapat Anda toleransi secara finansial dan emosional?
Jika Anda yakin dengan fundamental perusahaan dalam portofolio yang dimiliki dan memiliki horizon investasi jangka panjang, menahan saham selama panic selling berpotensi membuahkan hasil ketika pasar pulih. Namun, penting untuk tetap memantau perkembangan situasi dan siap untuk mengambil tindakan jika fundamental perusahaan berubah secara signifikan akibat perang dagang. Keputusan untuk menahan atau menjual harus didasarkan pada analisis yang cermat dan disesuaikan dengan situasi keuangan dan toleransi risiko pribadi Anda.
Strategi Investasi di Tengah Ketidakpastian Global
Dalam menghadapi dinamika pasar yang penuh gejolak akibat perang dagang, investor perlu menyesuaikan strategi investasinya untuk menjaga stabilitas portofolio dan tetap menangkap peluang pertumbuhan.
1. Fokus pada Safe Haven dan Obligasi Jangka Pendek
Ketika volatilitas pasar tinggi, investor cenderung mengalihkan portofolio ke aset yang lebih stabil seperti obligasi pemerintah. Untuk pasar domestik, obligasi jangka pendek menjadi pilihan yang relatif lebih aman karena volatilitasnya lebih rendah. Spread imbal hasil yang menarik dari obligasi Indonesia juga menjadi insentif tambahan bagi investor asing.
2. Selektif pada Saham Sektor Ekspor dan Konsumsi
Strategi bottom-up yang menitikberatkan pada emiten berfundamental kuat menjadi sangat penting. Sektor-sektor seperti consumer goods, manufaktur ekspor, serta logistik dan transportasi mendapat sorotan karena dapat mengambil manfaat langsung dari perubahan arus perdagangan global. Saham-saham yang mampu mendiversifikasi ekspor ke pasar non-AS seperti ASEAN, India, dan Afrika juga patut dicermati.
3. Perlindungan Nilai Tukar: Respons terhadap Fluktuasi Rupiah
Stabilitas nilai tukar menjadi perhatian utama. Dengan BI yang aktif menjaga rupiah melalui intervensi dan kebijakan makroprudensial, investor institusi dan ritel tetap dapat menjaga kepercayaan terhadap pasar Indonesia. Namun, lindung nilai (hedging) tetap disarankan bagi portofolio yang sensitif terhadap fluktuasi kurs.
4. Diversifikasi Aset dan Eksposur Global Terukur
Strategi diversifikasi lintas aset dan wilayah tetap relevan. Investor disarankan tidak hanya menyebar portofolio secara sektoral, tetapi juga lintas instrumen: saham, obligasi, dan aset alternatif seperti reksa dana pasar uang atau ETF berbasis sektor ekspor.
Penutup
Kebijakan perang dagang Trump dapat menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, pasar saham bisa terguncang oleh ketidakpastian. Di sisi lain, kondisi seperti ini juga membuka peluang bagi investor cerdas yang mampu membaca arah tren dan beradaptasi. Yang terpenting: tetap tenang, lakukan riset, dan berinvestasi dengan strategi jangka panjang. Selain itu, tarif dagang yang diprakarsai oleh AS membawa dampak luas terhadap pasar global dan domestik. Namun, dengan strategi yang tepat, investor tidak hanya dapat melindungi nilai portofolio mereka, tetapi juga memanfaatkan peluang-peluang baru yang muncul. Meskipun dihadapkan pada tekanan eksternal, Indonesia menunjukkan ketahanan relatif berkat dukungan konsumsi domestik yang kuat dan langkah-langkah responsif dari otoritas fiskal dan moneter. Namun, tantangan struktural seperti ketergantungan impor energi dan tekanan nilai tukar tetap menjadi perhatian utama dalam menjaga stabilitas jangka panjang. Karena itu, strategi investasi yang adaptif, berbasis data, dan fokus pada sektor-sektor yang resilien menjadi pondasi utama untuk meraih imbal hasil optimal di tengah ketidakpastian global yang terus berlanjut.
Sumber Referensi
Bisnis.com. “Harga Komoditas Tertekan Perang Dagang AS-China Makin Panas”. Diakses pada 9 April 2025, dari https://market.bisnis.com/read/20230605/7/1660718/harga-komoditas-tertekan-perang-dagang-as-china-makin-panas
Bloomberg Technoz. “Perang Dagang Kian Panas, Waspada Rupiah Bisa Kian Lemah Hari Ini”. Diakses pada 9 April 2025, dari https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/67872/perang-dagang-kian-panas-waspada-rupiah-bisa-kian-lemah-hari-ini
BRI Danareksa Sekuritas. (2025a, April 7). Perang dagang AS vs dunia: Dampak ke Indonesia tak seburuk yang dibayangkan, ini 7 sisi positifnya! CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/news/20240407141335-4-535927/perang-dagang-as-vs-dunia-dampak-ke-indonesia-tak-seburuk-yang-dibayangkan-ini-7-sisi-positifnya
BRI Danareksa Sekuritas. (2025b, April 8). Macro Strategy: The Rattle of The Tariff Tantrum [PDF]. BRIDS Insight. https://link.brights.id/brids/storage/38454/20250408-Macro-Strategy.pdf
BRI Danareksa Sekuritas. (2025c). Bahan Sosialisasi Dampak Tarif AS terhadap Indonesia [Internal briefing document].
Chu, B., & Edgington, T. (2025, April 6). Rumus apa yang dipakai pemerintahan Trump dalam menerapkan tarif ke negara lain? BBC News Indonesia. https://www.bbc.com/indonesia/articles/cewgxylzlg4o
CNBC Indonesia. “12 Fakta Terbaru Perang Dagang Trump: Ancam Tarif China 104% & AS Resesi”. Diakses pada 9 April 2025, dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20250408195637-4-624406/12-fakta-terbaru-perang-dagang-trump-ancam-tarif-china-104-as-resesi
Detik.com. “Perang Dagang Trump Berlaku Mulai Hari Ini, Bahaya Resesi Global di Depan Mata”. Diakses pada 9 April 2025, dari https://www.detik.com/bali/bisnis/d-7855146/perang-dagang-trump-berlaku-mulai-hari-ini-bahaya-resesi-global-di-depan-mata
Investing.com. “Perang Dagang AS-China 2018: Latar Belakang, Dampak Ekonomi, Reaksi Pasar”. Diakses pada 9 April 2025, dari https://id.investing.com/analysis/perang-dagang-aschina-2018-latar-belakang-dampak-ekonomi-reaksi-pasar-200247892
Katadata.co.id. “Perang Dagang AS-China, Indonesia Punya Peluang Genjot Ekspor”. Diakses pada 9 April 2025, dari https://katadata.co.id/berita/indonesia/2019/07/05/perang-dagang-as-china-indonesia-punya-peluang-genjot-ekspor
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. “Dampak Perang Dagang Amerika Serikat dan China Terhadap Indonesia”. Diakses pada 9 April 2025, dari https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/dampak-perang-dagang-amerika-serikat-dan-china-terhadap-indonesia
Kontan.co.id. “Dana Asing Masih Keluar dari Pasar Modal Indonesia”. Diakses pada 9 April 2025, dari https://pasar.kontan.co.id/news/dana-asing-masih-keluar-dari-pasar-modal-indonesia
Kontan.co.id. “Perang Dagang AS-China, Berkah Tersembunyi bagi Sektor Logistik”. Diakses pada 9 April 2025, dari https://industri.kontan.co.id/news/perang-dagang-as-china-berkah-tersembunyi-bagi-sektor-logistik
Liputan6.com. “Perang Dagang AS-China, Indonesia Berpotensi Kebanjiran Investasi”. Diakses pada 9 April 2025, dari https://www.liputan6.com/bisnis/read/4030432/perang-dagang-as-china-indonesia-berpotensi-kebanjiran-investasi
Lumbanrau, R, E. (2025, April 4). Apa ancaman dan peluang di balik tarif ‘timbal balik’ Trump bagi Indonesia? BBC News Indonesia. https://www.bbc.com/indonesia/articles/cnv53q5q2m6o
METRO TV. (2025, 8 April). Tarif Impor Trump Buat Bursa Saham Dunia Kacau – [Top News] [[Video]]. YouTube. https://youtu.be/idS1X3eOmmU?si=eYVosvgcWNGTrQL3
Pasardana.id. “Dampak Tarif Trump 2025 Terhadap Ekonomi dan Pasar Modal Indonesia: Antisipasi Volatilitas dan Peluang Transformasi”. Diakses pada 9 April 2025, dari https://pasardana.id/news/2025/4/7/dampak-tarif-trump-2025-terhadap-ekonomi-dan-pasar-modal-indonesia-antisipasi-volatilitas-dan-peluang-transformasi/
Penulis: Agna Diandra Aulia & Ghaitsa Rahman Karim

Tinggalkan komentar