
Ekonomi Indonesia mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,87% secara tahunan (year-on-year) pada kuartal I 2025, berdasarkan data resmi yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Capaian ini menjadi yang terendah sejak kuartal III tahun 2021, dan menandai adanya perlambatan dibandingkan kuartal sebelumnya yang tumbuh 5,04%. Di tengah ketidakpastian global dan perlambatan ekonomi beberapa negara mitra dagang utama, hal ini menunjukkan adanya tekanan struktural maupun siklikal di tengah perlambatan global serta lemahnya kinerja mitra dagang utama.
Dalam konferensi pers 6 Mei 2025 menyampaikan bahwa pelemahan ini disebabkan oleh turunnya konsumsi rumah tangga, lemahnya investasi, serta penurunan belanja pemerintah. Konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi penopang utama Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia hanya tumbuh 4,89%, melemah dari kuartal sebelumnya. Angka ini tergolong rendah, bahkan jika mempertimbangkan adanya momen Ramadhan yang biasanya mampu mendorong konsumsi masyarakat.
Selain itu, pertumbuhan investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) juga menunjukkan tren melemah. Para pelaku usaha masih menunjukkan sikap wait and see, menimbang kondisi global yang belum pulih sepenuhnya serta ketidakpastian kebijakan suku bunga di negara maju, khususnya Amerika Serikat. Di sisi fiskal, belanja pemerintah tercatat menurun, sejalan dengan strategi konsolidasi fiskal yang diambil setelah periode ekspansif saat pandemi.
Sementara itu, dari sisi eksternal, kinerja ekspor cenderung stagnan karena melemahnya permintaan dari mitra dagang utama seperti Tiongkok dan Amerika Serikat. Namun, penurunan impor yang cukup signifikan membuat ekspor neto tetap memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan PDB. Beberapa sektor seperti pertanian dan jasa keuangan masih mencatatkan pertumbuhan yang cukup baik, meskipun belum mampu sepenuhnya mengangkat kinerja ekonomi secara keseluruhan.
Tantangan Global dan Respons Kebijakan
Pelemahan pertumbuhan ini tidak lepas dari tekanan eksternal yang terus meningkat. Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dengan beberapa negara, termasuk potensi pengenaan tarif baru, turut memberikan efek rambatan terhadap pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Selain itu, penguatan dolar AS akibat ekspektasi inflasi dan pertumbuhan ekonomi AS yang kuat menyebabkan tekanan pada nilai tukar rupiah, yang sempat menyentuh level Rp16.500 per dolar AS.
Kondisi tersebut memaksa otoritas moneter untuk bersikap lebih hati-hati. Bank Indonesia sejauh ini telah menahan suku bunga acuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan mengendalikan ekspektasi inflasi. Namun, ruang pelonggaran suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi semakin sempit, mengingat tekanan dari eksternal masih cukup tinggi.
Di sisi lain, pemerintah tetap optimistis bahwa pertumbuhan akan membaik di paruh kedua tahun ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan bahwa realisasi belanja negara akan dipercepat dan investasi publik akan ditingkatkan guna mendorong permintaan domestik. Selain itu, sejumlah proyek infrastruktur strategis dipastikan berjalan sesuai jadwal, yang diharapkan mampu memberikan efek ganda terhadap aktivitas ekonomi di daerah.
Outlook Ekonomi dan Harapan ke Depan
Pemerintah telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% untuk keseluruhan tahun 2025. Namun, dengan realisasi kuartal pertama yang lebih rendah dari ekspektasi, tantangan untuk mencapai target tersebut menjadi lebih berat. Beberapa ekonom memperkirakan bahwa pertumbuhan tahunan dapat direvisi ke kisaran 4,9%–5,0%, bergantung pada kondisi global dan efektivitas kebijakan domestik dalam mendorong konsumsi dan investasi.
Peluang pemulihan tetap terbuka jika kondisi global dapat bertahan dengan stabil dan harga komoditas utama terus memberikan dukungan. Indonesia juga memiliki daya tarik yang besar, khususnya bagi investor asing di sektor manufaktur, green economy, dan ekonomi digital. Hal ini tercermin pada rencana investasi Microsoft, serta sejumlah perusahaan teknologi lainnya di dalam negeri.
Meskipun dihadapkan pada tekanan ekonomi jangka pendek, fondasi makro ekonomi Indonesia dinilai tetap solid. Dimana sektor keuangan yang masih stabil dan inflasi masih berada dalam batas wajar, serta neraca pembayaran mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Dengan langkah strategis dan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan inklusif masih sangat mungkin tercapai dalam jangka menengah hingga panjang.
Referensi:
- https://www.reuters.com/world/asia-pacific/indonesia-annual-q1-gdp-growth-slowest-more-than-three-years-2025-05-05/?utm_source=chatgpt.co
- https://m.kumparan.com/kumparanbisnis/ekonomi-ri-tumbuh-4-87-per-kuartal-i-2025-terendah-sejak-tahun-kedua-covid-19-250ecUDJMBs?utm_source=chatgpt.com
- https://ekonomi.bisnis.com/read/20250505/9/1874283/breaking-pertumbuhan-ekonomi-indonesia-kuartal-i2025-hanya-487
- https://www.bps.go.id/id/pressrelease/2025/05/05/2431/ekonomi-indonesia-triwulan-i-2025-tumbuh-4-87-persen–y-on-y—ekonomi-indonesia-triwulan-i-2025-terkontraksi-0-98-persen–q-to-q–.html
Penulis: Efran Muhammad Yuspa

Tinggalkan komentar